KEPALA BPKAD : PENERAPAN TARIF BPHTB KABUPATEN PATI TERENDAH

Ormas GJL Mendatangi Kantor BPKAD Menyampaikan Tuntutan Penurunan Tarif BPHTB Kabupaten Pati


Pati, RadarMuria.Com
Penerapan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) sebesar 2.5 persen di Kabupaten Pati adalah masih terendah dibandingkan dengan kabupaten lain sekitar.

Hal itu disampaikan Kepala BPKAD (Badan Penerimaan Kas dan Aset Daerah) Kabupaten Pati Ir. Turi Atmoko kepada RadarMuria.Com menanggapi aksi unjuk rasa (menyampaikan pendapat di muka umum) oleh GJL (Gerakan Jalan Lurus) yang dikoordinatori Riyanta, SH.

"Kita terima masukan - masukan dan uneg - uneg yang disampaikan oleh kawan - kawan dari GJL. Karena, itu adalah bagian dari penyampaian pendapat", ujar Turi Atmoko.

Kepala BPKAD Kabupaten Pati, Ir. Turi Atmoko

Terkait tuntutan tarif sebesar 1 persen yang diajukan oleh GJL, Turi menerangkan, ada 2 alternatif yang bisa dilakukan, yaitu merevisi Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Pati Nomor 8 Tahun 2017  Perubahan atas Perda Nomor 1/2011 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pengenaan tarif sebesar 2.5 persen saat ini, lanjut Turi, adalah berlandaskan pada Perda  tersebut.

Kalau tarif diturunkan menjadi sebesar 1 persen, menurutnya, bisa saja dilakukan namun harus melalui pengkajian yang mendalam, perlu pembahasan di DPRD, evaluasi oleh gubernur hingga kementerian dalam negeri dan kementerian keuangan.

Turi menambahkan, tarif BPHTB sesuai ketentuan yang diatur dalam UU 28/2009, adalah maksimal 5 persen.

"Kabupaten Pati semula menerapkan sebesar 5 persen, kemudian pada 2017 menurunkan menjadi 2.5 persen", jelasnya.

Penurunan tarif itu bertujuan agar dalam penyampaian nilai transaksi perolehan hak atas tanah dan bangunan, benar - benar sesuai keadaan dan fakta riil.

"Walaupun tarifnya turun, tetapi harapannya, saat itu, dalam penyampaian nilai transaksi sesuai  keadaan dan wajar", tambah Turi.

Dalam BPHTB pun, Turi mengatakan, ada nilai  yang tidak dikenai pajak, disebut NPTKP (Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak), yaitu sebesar 60 juta rupiah.

"Apabila nilai transaksi maksimal sampai 60 juta rupiah, maka setelah validasi, nihil. Bila di atas itu, dikurangi dulu 60 juta, selebihnya baru dikalikan dua setengah persen", ujarnya.

Bahkan, sebut Turi, untuk waris NPTKP- nya hingga senilai 300 juta rupiah.

"Itu adalah indikator bahwa Pemerintah Kabupaten Pati pro masyarakat kecil", kata Turi.

Oleh karena itu, Turi Atmoko menghendaki, apabila sasarannya adalah perubahan UU 28/2009, maka dapat disampaikan langsung kepada pemerintah pusat.

Hal itu karena, yang mempunyai kewenangan untuk merevisi undang - undang adalah pemerintah pusat.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis pagi (12/9) sejumlah masyarakat yang tergabung dalam GJL mendatangi Kantor BPKAD di Jalan Setiabudi Pati, untuk menyampaikan tuntutan perubahan tarif BPHTB Kabupaten Pati, menjadi 1 persen.

Dalam pers rilis yang diperoleh RadarMuria.Com menyebutkan, hal itu sehubungan banyak keluhan dari para pembayar BPHTB di Kabupaten Pati dan wilayah lain di Jawa Tengah / DI Yogyakarta.

Selain itu, ada rasa keberatan atas lamanya proses verifikasi surat setoran pajak daerah yang diupload melalui online oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT, Notaris dan Camat).

GJL juga mengingatkan, bahwa dalam praktek penyelenggaraan negara, masing - masing terikat pada prinsip dasar negara hukum, termasuk yang terkait dalam jual - beli objek tanah.

Ada 13 dasar hukum yang dicantumkan dalam rilis tersebut, utamanya adalah Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN.

"Dari yang kami sebutkan di atas, tentunya hukum harus ditegakkan. Demikian..", tulis rilis Gerakan Jalan Lurus.

(RM. Usman)

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.